Menurut panut
Melangkah serempak
Detakkan jantung seirama
Telusuri nadi
Alirkan darah dan kekuatan
Disana mayat itu tergeletak
Disini jasad tak bernyawa itu terkapar
Selongsong peluru menyertai
Kematian dia dan mereka
Demi satu kata yang dinantikan
Kemerdekaan
Terkoyak sudah lehernya
Darah menetes basahi bumi pertiwi
Tumbal…
Sesajen…
Tanda akan begitu besarnya pengorbanan
Demi sebuah mimpi yang telah lama diharapkan
Kemerdekaan
Suatu hari
Proklamasi itu menggema
Getarkan bumi pertiwi
Mengoyak belenggu
Hanguskan pasung
Menginjak penjara
Bebaskan segala norma penjajahan
Tangan tangan kecil itu mengepal
Menunjuk mereka sang penjajah
Berteriak pekikkan langit
Dengan kobaran api di matanya
Kami sekarang sudah Merdeka
Puluhan tahun berlalu
Kakek tua terlihat duduk dikursi rotan
Tak berhenti kepalkan tangan
Urat-urat tak beraturan
Terbungkus kulitnya yang keriput
Dihiasi luka masa lalu yang tak bisa dihilangkan
Suaranya tak begitu jelas
Nadanya pun kalah dengan tarikan nafas yang berat
Terlalu membara didadanya
Tak kuasa tubuh bungkuk itu menahan amarah
Terlalu tua untuk kembali mengangkat senjata
Kebencian dimatanya
Adalah kecewa yang mendalam
Penjajahan era baru
Pemerintah yang menjajah rakyatnya
Kotori perjuangan
Merusak nama kemerdekaan
Seandainya mereka tau
Yang mati dengan lubang peluru didada itu
Yang mati dengan nisan tak tertulisi
Tak sudi mereka korbankan nyawanya
Jika penjajah baru itu lahir dari darah dagingnya sendiri
Percuma saja telah kumerahkan dataran ini dengan darah
Tak berati lagi telah kuputihkan hati dengan kesucian
Karena penjajahan itu terlahir dari bangsa sendiri
Rasanya
Kematian mereka adalah sia-sia
***O***
Sebuah partisipasi event bebas di Fiksiana dengan tema “Hari Pahlawan”
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan sopan dan tidak Spam.... kalau tidak punya akun blogger silahkan pilih Name / URL isikan nama dan email juga bisa, atau kosongkan URL. Mohon maaf Live Link, langsung akan saya hapus.