Home » » Panggil Aku “Si Buntung” [Kiamat Internet dan Pengusaha Kelas Teri]

Panggil Aku “Si Buntung” [Kiamat Internet dan Pengusaha Kelas Teri]

Anton tak pernah mengira dia akan kehilangan salah satu bagian dari tubuhnya. Kecelakaan waktu SMA terjatuh saat memanjat gunung memang tidak langsung membuatnya merasakan kehilangan kakinya. Waktu itu, dia mengalami kelumpuhan selama beberapa minggu. Dan dengan berbagai terapi, akhirnya dia bisa berjalan dengan normal.
Beberapa tahun berlalu, dia masih bisa berjalan dengan bertopang pada kedua kakinya. Hingga suatu ketika, dia selalu merasakan sakit di kaki kanannya. Bahkan bengkak dan merasakan lemas hingga tidak bisa berjalan lagi. Kaki kanannya sulit digerakkan.
Rupanya, beberapa tahun kebelakang ada sesuatu yang tidak terdeteksi di tulang kakinya itu. Pada bagian tulang yang retak itu ternyata mengalami infeksi yang membuat tulang kakinya semakin rapuh. Sayangnya, Anton selalu mengobati kakinya ketika merasakan sesuatu dengan pengobatan alakadarnya. Sehingga saat berobat kali ini semua sudah terlambat. Pembusukan pada tulang itu telah membuat tulang kakinya keropos dan tak mungkin bisa dipulihkan kembali.
Menurut dokter yang menanganinya, jika pada saat mengalami gejala kelainan pada kakinya sejak awal ditangani, mungkin pembusukan itu bisa dicegah dan tidak perlu mengambil keputusan berat seperti saat itu. Anton dan keluarganya, diminta persetujuan untuk mengamputasi kaki kanannya.
Beberapa hari Anton terlihat murung. Dia tidak bisa membayangkan akan bertopang pada sebuah tongkat untuk berjalan. Terkadang, dia berharap semua adalah mimpi, Anton ingin dia terbangun bukan di rumah sakit. Dia ingin terbangun dan berkata bahwa dia telah mengalami mimpi buruk. Namun semuanya memang nyata, keputusan yang berat itu tidak bisa ditunggu lama lagi. Kaki kanannya yang sudah bengkak dan berwarna biru kehitaman itu memang harus segera di amputasi.
***
Semula memang sangat berat untuknya, Anton tidak seceria dan seaktif seperti sebelum diamputasi. Dia lebih banyak diam di rumah dan jarang terlihat mengunjungi temannya seperti biasa. Bahkan beberapa kali temannya datang untuk mengajak Anton bermain tidak pernah ditanggapi. Dirumahpun, Anton lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar.
Suatu ketika, ibunya masuk ke kamar Anton. Begitu kagetnya dia, karena disana begitu berserakan. Beberapa bagian unit komputer terlihat berhamburan di sekitar ranjangnya, sementara Anton tidur telentang di diatas ranjang dengan memegang obeng.
Anton!... bangun! Ada apa dengan semua ini, Ton?”
Terkejut Anton dengan suara ibunya yang setengan berteriak. Diantara sadar dan tidak, dia kemudian duduk sambil melihat ibunya yang heran dengan keadaan kamar Anton. Belum sempat Anton berbicara, ibunya mendekati Anton sambil berbiara perlahan.
Ton, ayolah lkamu jangan terus mengurung diri seperti ini. Ibu cemas melihat kamu seperti sekarang…”
“Lho, memangnya aku kenapa, Bu?” Pertanyaan itu memotong perkataan ibunya. Anton bertanya sambil menatap ibunya yang terlihat sedih.
“Ya kamu seperti sekarang ini yang membuat ibu sedih. Kamu sudah jarang terlihat bermain besama temanmu. Dan ibu khawatir kamu belum bisa menerima keadaanmu yang… itu …”
“Buntung! Maksud ibu?” Anton kembali memotong perkataan ibunya.
“Maksud ibu, kamu jangan menyerah dengan keadaanmu sekarang, Ton! Masih banyak yang bisa kamu lakukan. Iya kan?”
Mendengar itu, Anton tersenyum dan menatap ibunya yang terlihat menteskan air mata. Anton sebelum diamputasi memang jarang dirumah. Dia sering bersama kawannya seharian. Bahkan menginap beberpa malam di rumah temannya. Lain dengan saat ini, Anton selalu di kamarnya. Dia hanya bertemu dengan kawannya yang datang saja.
“Haha.. jangan khawatir, Bu! Keadaanku sekarang tidak akan merubah apapun. Aku ya tetap Anton, bahkan aku akan mendapat gelar baru. Anton buntung, semua yang…”
“Anton….!”
Ibunya berkata setengah teriak. Entahlah, sepertinya ibunya merasa yang diungkapkan Anton adalah kekesalan dan rasa putus asa saja. Sementara Anton terlihat menatap ibunya dengan tajam. Anton tidak lagi memperlihatkan wajah bercandanya seperti beberapa saat sebelum ibunya berkata dengan nada naik dua oktav.
Bu, serius ini. Ibu jangan cemas. Aku memang jarang keluar saat ini. Karena luka di kakiku belum sembuh total. Memang sudah tidak diperban lagi, tapi masih ngilu kalo terkena celana atau benda apapun. Nah soal komputer, komputer ini ya ini kan komputer temenku yang lagi aku perbaiki. Pokoknya ibu jangan berfikiran macam-macam deh. Dan rencananya aku mau buka warnet, Bu. Ya ini komputer temenku juga rencananya yang sementara mau kupinjam buat warnet nanti
Mendengar penjelasan Anton, ibunya tersenyum. Dia mengusap air mata yang tadi mengalir di pipinya. Anton tidak kuliah di jurusan komputer atau elektronik. Dia sekolah jurnalistik, dan keterampilannya memperbaiki komputer dia dapatkan secara otodidak.
Hmmm… kamu ini, Ton. Kenapa gak bilang ibu kalo kamu punya rencana begitu. Ibu kan bisa bantu kamu kasi modal buat buka warnet”.
Gak usah, Bu. Ini kecil-kecilan aja kok. Rencana aku mau buka di rumahnya si Mira. Kan lumayan tuh tempatnya strategis, sekalian manfaatin rumahnya yang terlalu kosong untuk dia dan ibunya”.
Ya udah terserah kamu aja. Yang penting, jika kamu perlu modal tambahan ibu siap membantunya. Oh iya, ibu kan banyak menyibak berita di media cetak dan online. Katanya sekarang lagi ramai isu kiamat internet, termasuk warnet bisa kena sasaran. Gimana tuh?”
Hmm… itulah, Bu. Beberapa hari ini aku di rumah memang menyimak terus perkembangannya. Tapi ya namanya juga usaha. Terkadang untung dan rugi memang menjadi sebuah kondisi yang tidak bisa terlepas. Ibarat koin dengan dua sisi kan. Bahkan selain untung dan rugi adakalanya buntung. Ibu sebagai dosen kewirausahaan pasti lebih tau kan? Yang penting jika memang kiamat internet terjadi, termasuk warnet yang jadi sasarannya. Ya udah, aku kelola lagi jadi usaha lain. Sama kayak aku aja kan, sekarang ini buntung tapi ya harus berusaha bangkit dan jangan terus terpojok dengan kebuntunganku ini. Iya kan?”
“Hahaha. Kamu ini pandai bicara banget, Ton. Kayak pidato aja, kamu cocok tuh jadi penulis atau penceramah. Atau kamu bisa juga jadi dosen, tinggal lanjutin kuliah lagi biar bisa ikut ibu mengajar”
“Aah, masa aku harus sembunyi terus dalam ketiak ibu sih. Aku juga mau mandiri dong bu. Hahaha”
“Dasar kamu, udah sana mandi dulu! Udah bau kentut tuh badanmu semua”
“Ahaha. Iya siaap!”
Anton beranjak dari ranjangnya. Dia mengesot untuk mengambil tongkat yang disimpan di dinding lemari dekat ranjangnya. Kemudian dia menuju ke kamar mandi setelah mengambil handuk yang disimpan di belakang pintu kamarnya. Ibunya tersenyum  dan segera menuju dapur untuk menyiapkan makan pagi.
***
Suatu pagi, Anton dikagetkan ibunya yang tergesa membuka pintu kamarnya. Dia membawa selembar koran, ibunya masih berpakaian resmi seperti biasa dipakai untuk mengajar.
Lihat Ton! Warnetmu masuk koran. Disini kamu disebut sosok pemuda yang menginspirasi. Ibu abis ngajar tadi langsung pulang. Bentar lagi ibu ke kampus mau ngajar lagi, sengaja datang ingin ngasi tau kamu nih!”
Anton kemudian menerima koran tersebut. Ibunya tersenyum sambil menunggu reaksi Anton yang sedang melihat koran yang diberikannya. Nafasnya masih tersengal-sengal. Sepertinya dia berlari dari ruangan bawah menuju kamr Anton.
Yah ibu telat banget nih. Ini aku punya majalah dan koran lain yang memuat aku. Ini sudah yang ketiga kalinya aku masuk di media cetak
Ibunya melongo dengan tatapan hampa. Rupanya kabar baik itu direspon biasa saja oleh Anton. Ada sedikit kekecewaan, namun kemudian dia tersenyum sambil setengah melempar koran yang sudah diberikan lagi oleh Anton kepadanya.
Yaaaah, kamu sih gak bilang-bilang. Ibu sudah lari-lari  tadi biar cepat sampai. Udah ah ibu mau ke kampus lagi”
“Oh iya, Bu. Tadi Mira sms. Katanya udah di transfer ke rekening ibu. Artinya modal tambahan dari ibu sudah lunas. Makasi ya, Bu. Karena ada pinjaman, warnetku jadi makin ramai dan lebih banyak menghasilkan”.
Sesaat ibunya menghentikan langkah menuju ke luar kamar Anton. Dia kemudian menoleh dan melihat Anton yang menatapnya dengan pandangan yang aneh. Keanehan itu karena dia sendiri yang melihat Anton tidak seperti biasanya. Ibunya merasakan persaan haru karena Anton tetap mencicil uang yang diberikannya. Kemudian dia tersenyum sambil berkata.
Enak aja lunas. Kamu ada hutang traktir ibu. Kan udah jadian sama Mira, hayooo, kapan mau makan-makan?”
“Jyaaah, nih emak-emak tau aja masalah anak muda
 Ibunya tidak menjawab. Dia kemudian meninggalkan Anton yang masih melihatnya berjalan meninggalkan kamar. Sementara Anton senyum-senyum sendiri sambil bersiap menuju kamar mandi.
***
Anton selalu periang saat ini. Dia selalu mengganggap kekurangannya sebagai kelebihan. Dia bangga bisa membuka usaha dengan keadaannya seperti itu. Dia tidak pula menggantungkan hidupnya pada keluarga yang memang tidak memiliki kekurangan ekonomi.
Anton selalu menginspirasi temannya dengan berkata bahwa dalam kondisi apapun bisa melakukan sesuatu yang lebih, bahkan kekurangan bisa menjadi motivasi untuknya agar bisa bersaing dengan orang lain. Anton bahkan menjadikannya sebuah gurauan “Aku bisa lebih dikenal karena hanya ada satu Anton buntung di daerah ini”.
***0***

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan dan tidak Spam.... kalau tidak punya akun blogger silahkan pilih Name / URL isikan nama dan email juga bisa, atau kosongkan URL. Mohon maaf Live Link, langsung akan saya hapus.

.