Home » » Ah! Pemimpin Hanya Bisa Bicara Saja

Ah! Pemimpin Hanya Bisa Bicara Saja




Sekian lama kupelajari, beberapa kali aku memperhatikan. Kian hari keadaan semakin bertambah runyam. Tak jelas ujung pangkalnya, tak terlihat kemana arahnya pergi, hingga menghilang di telan isu dan gosip yang baru lagi.

Di Negeriku ini, Republik Mimpi Negeri Dongeng. Banyak sekali para Wakil Rakyat yang padai dan pintar berbicara. Mengotak atik dan memodifikasi situasi, bahkan memutar balikan fakta. Sesekali aku melihat begitu lihainya mereka mencari kambing hitam.

Sudahlah! Di negeri ini tak perlu lagi pemberantasan korupsi, tak juga diharuskan melakukan semua tindakan peradilan. Karena satu satunya yang diperlukan adalah belajar, bagaimana caranya menjadi manusia yang manusiawi, dan apa yang harus dilakukan agar keserakahan dan kebohongan itu cepat disadari.

Sepertinya memang benar, negeri ini tidak perlu lagi orang pintar. Di tempat kediamanku ini memang tidak berarti apa apa orang yang pandai, karena yang diperlukan hanyalah kejujuran dan dedikasi untuk mengabdi menjadi wakil kami. “Rakyat”
***
Berita pagi ini, kabar sore yang lalu. Menghiasi tayangan-tayangan dalam layar kaca. Tentang mereka dan mereka, penuh argumentasi. Pelafalan yang fasih tentang hukum, hafalan yang cermat tentang keadilan. Rasanya hanya omong kosong belaka. Karena keadilan itu pernah kami rasakan, namun hanya sesekali saja. Sisanya, adalah ketidak pastian yang menjadi teman yang akrab dan wajar dalam keseharian kami.

Sepenuhnya, omong kosong dan basa basi itu, menjadi kawan akrab dan sahabat karib. Janji-janji palsu pun semakin menjadi saudara dekat saja. Dan saat itulah, kembali terlupakan semua yang menjadi tatanan kehidupan, dalam kamus besar idealisme.

Potret buram politisi. Fenomena runyam tentang wakil rakyat yang tidak aspiratif. Menjadi tontonan rakyat, yang haus akan drama penuntasan sebuah peradilan. Semua terkadang terasa begitu menjengkelkan, bahkan tanpa disadari, seseorang meludah pada layar kaca dihadapannya. Sebagai spontanitas, karena terlalu muak dengan apa yang disaksikan.

Beruntunglah, semua itu hanya ada dalam layar kaca saja, bukan di dunia nyata. Benarkah?. “Hahaha!” Akupun tertawa. Karena semua itu hanya siaran ulang saja. Namun, aku menyesali dan kembali geram. Karena siaran ulang itu terus saja berulang. Pemberitaan klise itupun kembali terjadi lagi, lagi dan lagi.
***
Sepertinya tidak pernah berubah. Adanya audit karena telah terjadi kebocoran dana. Dan pemberantasan pemberantasan lainnya karena telah terjadi sesuatu yang tidak sesuai. Apakah kalian lupa dengan yang dipelajari semasa kecil. “lebih baik mencegah daripada mengobati”.

Percuma saja, semakin banyak orang pintar yang pandai membodohi. Karena sepertinya kepintaran yang kau bawa tidak memberi pencerahan. Karena kepandaian yang kau praktekkan tidak mengabarkan kenyamanan.

Seketika itupun, ketidak percayaan merajalela. Kekecewaan dan penyesalan karena telah menitipkan amanah menjadi sebuah ujung tombak. Bahwa esok hari tak sudi lagi kuberikan apapun yang berupa sebuah titipan. Tentang kepercayaan.

Biarlah esok hari menjadi sebuah misteri yang baru. Karena aku yakin, Langit tak pernah tertidur. Matahari tidak pernah merasa lelah menyinari. Dan saat bumi menarikmu untuk kembali, dalam keheningan tidur panjang yang tak pernah mengenal dengkur. Saat itulah keadilan yang sebenarnya harus dirasakan.

Kutuliskan sajak, kubaitkan puisi. Selanjutnya kususun paragraf sebagai luapan kata kekecewaan. Karena begitu muak dengan peradilan yang tak kunjung usai. Namun beruntunglah, semuanya hanya terjadi di negeri imitasi saja. Tidak di Tanah Air ini. Semoga!.
***O***

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan dan tidak Spam.... kalau tidak punya akun blogger silahkan pilih Name / URL isikan nama dan email juga bisa, atau kosongkan URL. Mohon maaf Live Link, langsung akan saya hapus.

.