Home » » Ketika Kelahiran itu Tak Diharapkan

Ketika Kelahiran itu Tak Diharapkan


Saat kelahiran tiba
Yang seharusnya bahagia
Indah dengan semangat baru
menyambut kehidupan baru
Dan ketika semuanya tak diharapkan
“apakah kematian menjadi sebuah pilihan?”
………………………..
“hey….ngelamun aja lu..”
“set deh… kaget Gua”,Saory terperanjat dan hampir terjatuh dati tempat duduknya,,,seraya menoleh ke arah Hendra.
“kenapa lu akhir akhir ini Gua liat murung terus”.Tanya Hendrik sambil menyimpan tasnya di samping tempat duduk Saory yang terlihat sedang menganti ganti saluranTV.
“ah masa sih..ya mungkin lagi banyak pikiran aja..heheh”
“atau lu putus ya ama Rika?”
“ah so tau lu…udah ah ayo kita jalan”ajak Saory sambil berdiri dan bermaksud mematikan TV di hadapannya.
“jalan kemana ini kan udah malem,…ah gua bikin kopi dulu ya”..Hendrik pun bergegas berbalik arah dan berjalan menjauhi Saori.Melihat Hendrik yang tanpa menoleh menuju ke dapur Saory pun kembali ke tempat duduknya sambil kembali ke aktifitas sebelumnya memindah mindah kan saluran TV yang sepertinya tidak satupun acara yang menarik untuk di tonton
***************
**************
Saory.
“Ori”, begitulah biasanya Dia dipanggil. Seorang Pemuda dengan rambut sedikit ikal yang selalu memberi keceriaan dimanapun dia berada. Namun, keceriaannya kini kian memudar. dan itulah yang mendorong Hendrik sebagai teman Ori bermain sejak kecil untuk datang melihat keadaannya.
“Ori…mandi dulu sana asem banget muka lu tuh dah berapa lama lu ga mandi” kata Hendrik yang baru datang sambil menengteng segelas kopi.
“ah Gua sih ga mandi juga masih laku Drik heheh…wah kebetulan nih Gua belum ngopi dari Pagi,bagi dikit ya”,ucap Ori seraya mengambil kopi bikinan Hendrik yang baru seditik yang lalu di simpan di meja di depan mereka,Ori meniupinya perlahan dan memimumnya sedikit.
melihat kelakuan Ori, Hendrik tersenyum, memang seperti inilah Ori, dan itulah yang dia rindukan, Ori yang cuek, gaya yang slengean, dan kadang suka menjahili teman temannya. namun dibalik itu semua tersimpan kecerdasan dan pengetahuan yang banyak yang ada di dalam Ori,karena kerap kali Hendrik dan temannya memiliki permasalahan di kampusnya, maka Ori lah yang biasanya memberikan saran dan pencerahan. Ori yang tidak pernah mengalami duduk di bangku kuliah sering sekali membuat tugas tugas kuliah Hendrik dan teman satu angkatannya yang diangap sulit.
“mantap juga nih kopi buatan Lu, bikin mata Gua terbuka…citarasanya melebihi kopi buatan koki hotel Bintang Lima”ucap Ori sambil menempelkan 2 jari ke mulutnya mengikuti gerakan sedang merokok.
“oh ini Ri Gua udah beliin tadi rokok buat Lu” kata Hendrik sesaat setelah melihat kelakuan Ori,seraya merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebungkus rokok
“nah ini baru namanya teman sejati,Jasa Lu kan ku kenang sepanjang hayat deh,hahah”
“lebay Loe ah, hahah”.Hendrik pun mulai meminum kopi buatannya, dan merekapun mulai mengobrol dengan topik dan tema ga karuan, hobi, suasana di kampusnya, teman teman di tongkrongan dan lain lain. hingga akhirnya pembicaan meraka yang penuh canda dan tawa itu terhenti sejenak, saat Hendrik menanyakan keberadaan Rika…..
“itulah Drik udah lebih sebulan ini Dia ga pernah datang lagi kesini, di sms… ga bales di telepon juga ga diangkat”
“trus emang gimana sih ceritanya? padahal Gua udah seneng lu dapetin dia, kayaknya lu cocok banget ama dia, supel, cantik, udah gitu sering traktir kita kita lagi heheh…”
“ah gila lu” jawab Ori pendek, sambil menghisap rokoknya dan mengeluakan kepulan asap sambil menatap ke atas langit langit ruangan televisi, Ori meneruskan lagi ceritanya.
“yah memang berat Drik..Gua memang terlalu berhayal sepertinya tuk dapetin Dia,..”
“lah bukannya lu dulu kan pacaran.?….”tanya Hendrik yang mulai penasaran sambil mengerutkan dahinya seraya menatap dalam ke arah Ori yang kini menyandarkan badannya di kursi sofa berwarna krem, perlahan Ori pun mulai bercerita dengan nada yang pelan.
“jujur Drik gua memang suka sama Dia, dia memang bisa mengerti semunya tentang Gua, hobi gua kesukaan Gua dan impian gua tuk jadi penulis, dan setau Gua Dia juga memang suka diajak jalan, suka bermain sama Adik Gua berbelanja sama Ibu Gua, dia emang perhatian bukan ama gua aja, tiap hari sabtu dan minggu memang Dia pasti di sini dulu, kadang tidur disini juga…”
“wah Gua ga nyangka ri…”potong Hendrik..
“ya tidur di kamar adik Gua bego….masa ama Gua gila aja Lu hehe”keseriusan Ori agak memudar…dan ia pun menarik nafas panjang,,, dalam dan mengeluarkannya perlahan, seolah ingin melepaskan semua beban di hatinya, dengan nada seperti sebelumnya Ori mulai meneruskan bercerita. Hendrik pun kembali ke posisinya menghadap Ori dengan kaki sebelah kanannya berada di sofa, duduk menghadap ke arah Ori.
“tapi keadaan inilah yang kadang membuat Gua stres, saat ini Gua ga punya apa apa, Gua belum bisa membiayai kebutuhannya, Gua juga bukan anak kuliahan, terlalu jauh memang kondisinya Gua sama Rika,..huuh kadang Gua juga menyesal dengan semuanya ini…”
“ah setau Gua Ri, Rika bukan tipe orang yang materialistis, kayaknya fun fun aja kan selama ini?”. tanya Hendrik semakin penasaran
“iya memang begitu keadaanya, namun sekitar Dua Bulan yang lalu ayah dan ibunya datang dari Korea dan mengajakku makan malam bersama keluarganya di di Villa ayahnya di Bogor, rupanya Rika telah cerita banyak tentang hubungannya ama Gua”ucap Ori yang sesekali mengkisap rokoknya
“dan sepertinya ga ada satupun dari keluarganya yang setuju” lanjutnya dengan terbata bata.beberapa waktu Ori terdiam ia menarik nafas, mengatur iramanya dan meneruskan ceritanya.
“saat Ayahnya mengantar Gua ke pintu gerbang Dia melarang Rika ikut mengantar, katanya akan ada yang harus di bicarakan berdua”
“trus …wah… antara menantu dan Mertua dong heheh..”goda Hendrik, Ori tak bergeming sedikitpun dia hanya mengusap wajahnya, kembali menarik nafas dan mengeluarkannya perlahan, dan kemudian melanjutkan ceritanya.
“Dia sebetulnya ga bercerita apapun Drik, Dia hanya ngasi amplop,,eh tunggu ya Gua ambil dulu..” Ori pun beranjak dari tempat duduk menuju ke kamarnya yang diikuti pandangan Hendrik penuh tanda tanya.
Semenit kemudian Ori kembali dan memberikan sebuah amplop yang sudah di sobek dipinggirnya kepada Hendrik, tanpa berkata kata Hendrik menerima dan langsung mengeluarkan dua carik kertas dari amplop itu dia lihat sebentar, diperhatikan dan dia pahami itu adalah cek senilai 25 Juta Rupiah.dan kertas yang satunya lagi adalah kertas dengan tulisan tangan menggunakan spidol warna hitam di tengahnya…”JAUHI ANAK SAYA”
Terdiam keduanya sekarang, Ori yang kembali berada ditempat duduknya, dengan pandangan kosong ke arah televisi yang menyala dengan beberapa tayangan yang tidak di pahami olehnya, sementara itu Hendrik masih memegang kedua kertas tersebut terpaku dan tak ada satu katapun keluar dari mulutnya.
Beberapa menit berlalu mereka tidak ada yang berbicara, haya terdiam melihat tayangan televisi, beberapa tayangan berita yang di selingi tayangan iklan komersial. hingga akhirnya mereka dikagetkan suara handpon Ori dari kamarnya, Oripun bergegas menuju suara tersebut…
“halo….”
“Ori kamu bisa kan ke rumahku sekarang?…tuuuut tuuut tuuut”
“halo,,,halo,,,,” belum sempat Ori menjawab suara dari Handpon pun terputus.
Ori terlihat sibuk dengan Handponya.menekan beberapa tombol dan menempelkan di telinganya, diulanginya hingga Tiga kali dan akhirnya menuju ke ruangan tempat Dia tadi mengobrol dengan Hendrik.
“Siapa Ri?” tanya Hendrik
“Drik, Lu tunggu bentar ya Gua ke rumah Rika dulu, Lu disini aja sambil tungguin Nyokap Gua katanya mau balik malam ini dari Jogja”
Ori dengan terburu buru mengambil jaket dan Helm dari kamarnya, kemudian menuju keluar dan menghidupkan motornya langsung pergi meninggalkan Hendrik.
Hendrik hanya diam terpaku di halaman rumah Ori, beberapa pertanyanya dari tadi ketika mengikuti Ori ke kamar hingga ke Halaman tidak mendapat jawaban. dengan beribu pertanyaan Dia menuju ke rumah, menutup pintu dan kembali ke ruangan televisi. Dia masih kebingungan dan segera mengambil handponnya mengetik sesuatu dan mengirimnya..”Ri kalo ada apa apa sms ya”
“ah sialan” gerutu Hendrik ketika mendengar suara handpon berbunyi diatas meja didepannya. rupanya Ori meninggalkannya disana.
*********
Jalanan nampak lengang, Jam Dua dini hari Jakarta memang jauh dari kemacetan.Ori pun menarik gas motornya tanpa hambatan, sesekali ia dihentikan lampu merah dan settelah memastikan tidak ada kendaraan lain ia pun kembali menarik gas, meskipun lampu merah masih menyala.
15 menit berlalu kini Ori tiba di depan Pos Satpam, setelah membuka kaca Helm dan menganggukan kepala kepada satpam yang menghapirinya, Ori kembali melajukan motornya, agak perlahan kini karena ada beberapa polisi tidur menghadangnya.
Satu menit kemudian Ori sampai di ujung Komplek perumahan tersebut, Dia lihat beberapa orang berkerumun di samping sungai, tepat di samping kanan rumah tujuannya. ia pun menghentikan Motornya seraya menoleh ke arah kerumunan.
“Oi..oi… Bang Ori Kemana aja nih lama jarang keliatan” pemuda dari arah kerumunan setengah berteriak menyapa Ori, seraya mengangkat tangan.
Ori hanya mengangkat tangannya sambil tersenyum, dan setelah menyetandarkan motornya ia membuka Gerbang Rumah yang tak terkunci itu,tanpa menghiraukan pemuda yang kembali ke kerumunan, juga motornya yang masih terparkir di luar gerbang, Ori bergegas masuk ke Rumah tersebut.
Tanpa ragu Ori mebuka pintu Rumah dan langsung menuju ke salah satu kamar di rumah tersebut, karena disana hanyalah Tinggal Rika sendirian.
“Rika!…Rika!,…dimana kamu?” setengah berteriak Ori memanggil, setelah mengetahui Rika tidak ada di kamarnya. Ori pun dengan tergesa mencari ke Ruangan televisi, Ruangan Makan, Dapur..”Rika… Rika….”
Ketika mendekati kamar mandi Ori tersentak melihat ada percikan darah, Ia langsung membuka pintu Kamar mandi yang terbuka setengah,,dan didapatinya Rika telentang bersimbah darah,Ori mendekatinya seraya berkata perlahan.”Rika….Kamu kenapa?”
Rika tersenyum kecil sambil menoleh lemas ke arah Ori yang meraihnya, mengangkat bahu Rika perlahan dan mendudukannya, dan menahan kepala Rika di lengan kanannya, mencium kening Rika,dan merangkulnya, memeluknya perlahan.
“kamu kenapa Rika?…”ucap Ori perlahan, melihat ke sekujur tubuh Rika dan ke sekeliling Kamar Mandi,tidak ada luka, tidak ada sobekan di piyama Rika dan tidak ada Pisau atau benda tajam disana, hayalah peralatan mandi dan handpon Rika dengan percikan darah diatasnya.
“Anak kita Ori….”lemas Rika berkata
“anak kita….”Rika mengulanginya
“kenapa Rika?…”Tanya Ori sambil mengusap percikan percikan darah di pipi Rika. dan melihat tajam ke arah perutnya Rika
beberapa butiran airmata Ori mulai menetes dari matanya mengalir perlahan ke pipinya dan berhenti, lenyap di serap jaket nya yang berwarna abu abu..
“anak kita Ori…anak kita berenang disana..”lanjut Rika seraya mengangkat tangannya ke arah pintu masuk kamar mandi.
Ori menoleh ke arah tangan Rika, dilihat nya pintu Kamar mandi yang terbuka, di depannya ada sebuah meja dengan tumpukan buku diatasnya dan langsung tembok berwarna putih.
Pandangan Ori kini lurus ke arah tembok tersebut, di benaknya kini adalah sesuatu di luar tembuk tersebut, disana adalah Sungai Kecil yang tadi terlihat beberapa orang berkerumun disana.
Dan sadetik kemudian Ori menunduk, terlihat Rika menarik nafas tersendat sendat, dan mengeluarkannya perlahan, dan tangan Rika yang menunjuk tidak sempurna ke arah pintu itu pun kini terjatuh lemas.
“RIKA….”pekik Ori sambil melihat ke atap kamar mandi sambil memeluk Rika erat,,,erat sekali.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan dan tidak Spam.... kalau tidak punya akun blogger silahkan pilih Name / URL isikan nama dan email juga bisa, atau kosongkan URL. Mohon maaf Live Link, langsung akan saya hapus.

.