Home » » Kasih Ibu Pada Anaknya yang Koruptor

Kasih Ibu Pada Anaknya yang Koruptor



Oleh : Elvini + R-82

Saury dan Saura adalah saudara kembar. Keduanya adalah anak laki-laki yang dilahirkan di sebuah pedesaan di kaki gunung Gede Cianjur. Sejak kecil mereka memiliki perbedaan yang begitu kontras. Saury adalah sosok penurut dan patuh pada orang tua, semantara Saura adalah seorang anak yang cenderung bandel dan suka membangkang semua pepatah orang tuanya.

Saura gemar melakukan hal hal yang orang tuanya larang. seperti mandi, mencuci tangan sebelum makan dan hal-hal kecil lainnya yang menurut saury ingin untuk dicoba saja. Saura senantiasa melakukan itu hingga dia jera, setelah itu dia tidak pernah melakukannya lagi. Sedangkan Saury adalah sosok anak yang selalu menurut dan patuh terhadap apa yang di pesankan orang tuanya.

Ibarat perbandingan, Saury selalu menjadi contoh terbaik yang biasa di katakan orang tua anak kembar tersebut. Contohlah kakakmu, dia anak baik, rajin dan patuh.” Begitulah perkataan orang tuanya yang selalu membuat Saura tersinggung, marah dan kesal.

Saury lagi… Saury lagi… selalu dia anak yang baik, anak yang rajin…aku bosan mendengarnya…

Seperti itu juga dengan Saura bisa membalas nasihat ibunya. Karena dia merasa tidak nyaman selalu dibandingkan dengan kakaknya. Saura merasa menjadi anak yang tidak diharapkan, karena hampir setiap hari dia dimarahi dan dinasehati. Berbeda dengan kakaknya yang selalu mendapat pujian serta perkataan yang baik. Hingga selalu di contohkan kepada Saura untuk mengikuti sikap baik kakaknya tersebut.
***
Setelah satu tahun lulus SMA, Saura memutuskan untuk merantau ke kota mencari pekerjaan. Tentu saja itu mendapat larangan keras dari Saury dan orang tuanya. Mereka berfikir bahwa keputusan Saura adalah sebuah kekesalan saja karena sejak kecil hingga saat itu selalu di marahi dan dinasehati. Mereka menganggap bahwa Saura hanya ingin lepas dari kekangan daln larangan saja, karena sering sekali Saura bersikap berontak pada semua aturan yang ada di keluarga tersebut.

Saura ibu melarangmu untuk merantau karena khawatir. Disini saja kamu selalu mencoba melakukan hal-hal yang ibu larang. Ibu takut terjadi sesuatu padamu, semua yang ibu lakukan itu bukan karena pilih kasih dan lebihi menyayangi kakakmu Saury.

Ibu anak kembar itu berkata pada suatu malam di hadapan mereka berdua. Karena sepertinya Saura telah berusaha keras meyakinkan kepada ibunya untuk pergi merantau. Saat itu Saury dan Saura duduk di ruangan tengah mendengarkan ibunya yang berkata setelah menyiapkan makanan kecil untuk mereka berdua. Ditemani teh panas yang hampir setiap malam mereka nikmati bersama.

“Bu, bagaimanapun aku harus tetap pergi untuk merantau. Aku tahu disini juga kita memang tidak kekurangan. Tanah dan harta warisan ayah sudah cukup untuk kita bertiga. Meski tidak berlebihan, kita semua tetap bisa hidup dengan sederhana seperti ini. Tapi aku ingin mencoba mencari pengalaman dan wawasan di luar sana bu, aku tidak bisa terus seperti ini.”

Saura berkata dengan tenang, tidak seperti biasanya yang cenderung emosional dan sukar untuk menerima perkataan ibunya. Sikap Saura itu membuat ibunya diam beberapa saat. Ibunya menatap Saura dengan penuh keseriusan.

“Maafkan ibu, Saura! Ibu belum bisa membuatmu bahagia. Ibu tidak bisa memberikan kalian berdua hidup yang lebih dari ini, tapi inilah yang bisa ibu berikan untuk kalian berdua. Mungkin keadaan seperti ini yang membuat kamu ingin merantau ke kota…”

Tidak, Bu!...

Saura memotong, dia menaikan suaranya dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya. Saura kini menatap ibunya, tidak dengan pandangan marah. Dia hanya menatap ibunya untuk meyakinkan bahwa ada sesuatu yang salah dengan anggapan ibunya tersebut. Saura kini bersiap dengan kata- kata yang akan dia ungkapkan.

Bu, aku selama ini mungkin selalu menjadi anak yang membuat ibu tidak tenang. belum bisa memberikan apapun yang ibu harapkan. Bahkan aku selalu menjadi anak yang menjengkelkan buat ibu. Tapi kali ini, ijinkan Saura merantau, Bu. Saura ingin mencoba menjadi anak yang membanggakan untuk ibu.”

Ibu kedua anak kembar itu menarik nafas panjang. Dia menatap tajam ke arah Saura yang berkata-kata dengan penuh kesungguhan. Terlihat Saura penuh harap untuk mendapatkan ijin darinya. Sehingga ia merasa tenang untuk melepaskan anaknya itu untuk merantau.

Hmm… Baiklah, seandainya ibu ijinkan kamu untuk merantau. Memangnya kamu mau tinggal sama siapa Saura?

Aku akan tinggal di rumah Nasrim, Bu. Dia teman sekelas aku dan Saury waktu SMA di kelas satu. Dia pindah ke kota bersama ayahnya ke Jakarta. Sekarang dia buka warnet, dan aku ditawari bekerja di sana.”

Oooh, Nasrim. Aku sudah lama tidak ketemu dengannya.” Saury tiba tiba berkata sambil tersenyum. Dia mengingat teman sekelasnya dulu.

“Aku sekarang masih sering mengobrol dengannya di Facebook.”

Mendengar obrolan kedua anak kembarnya itu, ibunya tersenyum. Dia merasa tenang dan lega untuk melepaskan Saura. Memang sejak sekolah dulu nilai Saura cukup tinggi untuk ilmu teknik komputer. Mungkin disanalah Saura bisa melanjutkan lagi pengetahuan dan ketertarikannya akan hal itu.

Baiklah Saura, ibu mengijinkanmu untuk merantau. Tapi semua petuah dan nasihat ibu harus kamu ingat di sana ya.”

Saura beranjak dari tempat duduknya, dia menghampiri ibunya yang duduk di atas sofa. Dia bersimpuh dalam pangkuan ibunya. Itu tidak pernah di lakukan selama ini, hingga membuat ibunya tak terasa meneteskan air mata. Saury sepertinya ikut terbawa situasi saat itu, dia terlihat mengusap tetesan air mata yang tanpa dia sadari telah mengalir di pipinya.
***
Sejak kepergian Saura, Saury dan ibunya melanjutkan kehidupan seperti bisanya. Saury membantu ibunya mengurusi gilingan padi dan beberapa sawah peninggalan ayahnya. Saury memang anak yang sederhana dan tidak terlalu ambisius untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dia merasa berkecukupan dan memiliki rasa sosialitas yang sangat tinggi.

Para pekerja yang dahulu bekerja kepada ayahnya kini menjadi pekerja Saury. Mereka menghadapi kehidupan keluarganya dengan penuh keharmonisan. Persoalan dalam kehidupannya tidak lebih dari sekedar permasalahan yang berat dan sulit diselesaikan. Mereka tinggal dengan nyaman di desa kecil berhawa sejuk itu.

Sementara itu kabar dari Saura juga begitu membuat mereka tenang. Saura telah bekerja menjadi penjaga warnet di Jakarta. hampir seminggu sekali Saura selalu menelpon untuk berbicara dengan Saury dan Ibunya. Mereka merasa senang. Walaupun sebetulnya ibu anak kembar itu merasa ingin Saura tinggal berkumpul bersama keluarga saja. Karena sepertinya penghasilan Saura lebih kecil jika dibandingkan membantu mereka bertani di desa. Apalagi menurut Saura biaya hidup di kota lebih mahal.

Kabar baik dari Saura datang. Dia berkata ingin mengirimkan uang, karena dia mendapatkan hadiah dari menulis di media online. Saura bersikeras agar Saury pergi ke Kota Cianjur untuk membuat rekening di salah satu bank. Karena bagaimanapun juga, Saura ingin agar hasil jerih payahnya dapat diterima ibunya.

Saury pokoknya kamu harus pergi ke kota ya. Aku minta tolong kamu buat rekening, biar aku bisa transfer untuk kamu dan ibu.”

Setelah dibicarakan dengan ibunya, akhirnya Saury pergi ke kota cianjur untuk membuka rekening sekaligus membuat ATM. Sehari kemudian Saura telah mentransfer uang ke rekening itu. Saury tidak mengambilnya karena atas kesepakatan dengan ibunya uang itu akan disimpan saja sebagai tabungan.

Saura semakin sering mengirimkan uang. Bahkan setiap bulan dia selalu mengirimkan uang gajinya sebagai penulis di sebuah surat kabar mingguan. Katanya ia telah mendapatkan gaji tetap yang selalu di transfer ke rekeningnya tiap bulan.

Meski demikian, sejak pertama mengirimkan uang. Saury dan ibunya tidak pernah mengambil uang tersebut. Karena keadaan mereka juga tidak terlalu membutuhkan. Saury dan ibunya menyimpan uang itu hanya sebagai tabungan saja. Bahkan mereka berfikiran bahwa jika suatu saat nanti Saura membutuhkannya, Saury dan ibunya akan memberikan kembali uang tersebut.

***

Sudah hampir tiga bulan, Saury tidak pernah mendapatkan laporan melalui SMS di handponnya. Saura tidak mengirimkan uang lagi ke ATM mereka. Saury dan ibunya tidak menanyakan karena memang tidak menginginkan. Tapi keadaan itu membuat mereka cemas, khawatir Saura sedang dalam kesulitan dan membutuhkan uangnya saat itu.

Suatu ketika, saat Saura dan ibunya berbicara dalam telepon, ibunya menanyakan hal tersebut. Kemudian Saura berkata bahwa dia sudah berhenti menulis dan memulai pekerjaan lain yang lebih besar penghasilannya.

“Aku sekarang bekerja mengurusi proyek, Bu. Ini lebih menjanjikan dan mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Tapi lebih sibuk sekarang, pokoknya kalo ibu butuh uang, pakai saja uang yang aku transfer itu. Dan kalau kurang tinggal bilang saja, aku pasti menambahkan”

“Saura, ibu senang mendengarnya. Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Uang yang sudah kamu transfer itu saja belum pernah kami ambil, sebaiknya buat simpanan saja. Karena kami juga merasa sudah cukup dengan penghasilan di sini. Oh iy, tanah Pak Karya yang di sebelah rumah kita itu sudah ibu tanyakan. Dia mau menjualnya dengan harga yang kamu tawarkan itu. Kamu datang saja ke sini. Lagi pula sudah hampir satu tahun ini kamu tidak pulang.”

Iya, Bu. Aku memang berencana pulang minggu depan. Sekalian mau membeli tanah itu.”

Setelah berbicara dengan ibunya, kemudian Saura meminta untuk mengobrol dengan Saury. Mereka adalah anak yang saling menyayangi meskipun dulu semasa kecil dan sekolahnya mereka tidak begitu dekat. Sebab Saura merasa selalu berada di bawah Saury.

Ibu Saury dan Saura itu terlihat tersenyum puas dan bahagia. Melihat tawa kecil dari Saury yang sedang berbicara dengan adiknya. Mata ibu yang berkaca kaca itu adalah karena perasaan bahagia dan senang, bukan kesedihan. Apalagi minggu depan mereka akan berkumpul bersama.

***

Sejak kedatangan Saura bulan lalu, mereka sudah jarang berkomunikasi. Saura memang menjadi sangat sibuk sekarang. Bahkan ketika sedang mengobrol pun terkadang Saura tiba-tiba berhenti dan berkata bahwa akan menelpon lagi. Karena ada tamu atau telepon penting dari rekan kerja dan atasannya.

Bu, nanti aku telepon lagi ya. Ini ada Tamu baru datang dari kantor…

Begitulah Saura berkata, padahal pada saat itu sudah jam 08.00 malam. Saura sepertinya menjadi bertambah sibuk. Hingga urusan kantor tidak selesai pada jam-jam istirahat seperti itu. Ibunya hanya mencoba memaklumi. Walaupun sebetulnya dia lebih senang Saura seperti dulu saja. Menulis di dunia maya hingga lebih banyak waktu untuk keluarga.

Saura pernah berkata pada saat itu, ingin kembali kembali ke desa dan membuka warnet, karena di situ pun dia masih bisa bekerja dengan menulis. Tapi sepertinya sekarang keinginan itu tiada lagi. Karena Saura sudah memiliki pekerjaan lain yang sepertinya sangat sibuk. Dan mungkin penghasilannya pun lebih besar dari sebelumnya.

Beberapa kali Saury mencoba menelpon Saura. Namun sudah dua minggu ini tidak pernah berhasil, Saura tidak mengangkatnya. Begitupun dengan SMS Saury yang tidak pernah dia jawab. Hanya pernah satu kali Saura mengirimkan SMS. “Aku sedang sibuk sekali, nanti kalau sudah beres aku telepon”. itulah satu-satunya SMS yang diterima Saury. Itupun beberapa hari yang lalu.

Sudahlah Saury, mungkin dia sedang sibuk. Nanti juga kan biasanya dia yang menelpon kalau sudah santai

Begitulah Ibunya menghibur Saury yang terlihat kecewa karena teleponnya tidak diangkat Saura. Ibunya memang terlihat tidak begitu senang dengan keadaan ini, walaupun Saura mendapat penghasilan lebih banyak, tapi komunikasi saja sudah begitu sulit dia rasakan. Tapi apa daya, memang sebuah kewajiban Saura untuk menyelesaikan semua pekerjaannya. Ibunya hanya berharap Saura mendapatkan kebahagiaan saja.

Bu, lihat!...

Ibu Saura kaget dengan tingkah Saury yang terperanjat dan dengan cepat mengambil remote televisi itu. Saury menambah volume suara televisinya. Dia dengan serius menyimak sebuah berita yang sedang di tayangkan.
Lemas sepertinya ibu Saury dan Saura itu, karena melihat televisi yang menayangkan berita anaknya. Dengan jelas berita itu memberitakan Saury yang terlibat kasus korupsi pembangunan wisma Atlet di Palembang. Saury terlihat diam mematung, dengan pandangan kosong ke arah layar televisi.

Melihat ibunya sudah pingsan karena tidak kuat mengetahui berita tersebut, Saury pun terperanjat dan segera memeluk ibunya. Ia memperbaiki posisi ibu. Membawa ke atas sofa ruangan tengah. Saury merasa sangat terpukul dengan keadaan itu.

***

“Bu, maafkan aku. Aku memang rakus dan terlalu…”

“Sudahlah jangan di bahas lagi..”

Ibu Saura memotong pembicaaan anaknya. Di sebuah ruangan kunjungan penjara itu mereka berbicara. Hari ini adalah tanggal 14 Februari 2012. Mereka yang memiliki istri atau keluarga menginginkan waktu kunjungan di saat itu, karena hari itu adalah hari yang istimewa. Bertepatan dengan perayaan valentine. Hari kasih sayang untuk semua.

“Ibu memaafkanmu Saura. Anggap saja ini sebuah pelajaran untukmu. Mungkin kamu terlalu bebas, sehingga ibu tidak bisa lagi mengetahui apa yang kamu lakukan. Semula, ibu memang sudah merasa tenang dengan pekerjaanmu. Tapi ibu mulai merasakan ada yang lain sejak kamu tidak mengirimkan uang lagi, padahal setahu ibu kamu kan sudah mendapatkan uang lebih besar. Ibu sudah berfirasat lain sejak itu”

“Iya Bu, memang aku waktu itu mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Tapi semunya di dapat dengan cara yang tidak baik. Sehingga aku tidak berani mengirimkannya. Meski demikian, aku bisa menjamin jika uang yang di transfer sebelumnya adalah uang yang halal. Ibu manfaatkan saja uang itu Bu.”

Mendengar kata-kata itu. Ibu Saura terdiam sejenak. Dia masih merasakan bahwa anaknya itu memiliki pendirian dan kasih sayang yang besar. Hanya saja mungkin karena kurang pengawasan, dia bisa melakukan perbuatan yang melanggar aturan tersebut.

“Soal uang itu sejak dulu tidak pernah kami ambil Saura. Biarlah itu menjadi modal awal kamu untuk buka usaha nanti. Tapi ibu minta, dimanapun kamu beradaberusahalah jangan sampai kamu melakukan hal yang tidak baik. Apalagi sampai menggunakan uang rakyat seperti kemarin.”

“Iya, Bu. Terima kasih untuk masih mau mengaku aku sebagai anak, aku sangat menyesal telah mencoreng nama baik keluarga kita. Aku belum sempat membalas kasih sayang dari Ibu. Malahan sudah membuat aib seperti ini. Maafkan aku ya ,Bu….. ”

Tak Ada lagi yang berbicara. Saura menangis di hadapan ibunya. Sementara Saury duduk diam tanpa suara sejak tadi. Mereka ingin sekali memeluk Saura. Hanya saja penjaga lapas itu melarang. Karena tidak boleh ada kontak fisik selama kunjungan tersebut.

Namun sesaat setelah waktu kunjungan selesai, Saura tak kuasa lagi. Dia memeluk ibunya sambil menangis tersedu. Ibunya membalas dengan membelai kepala Saura di pelukannya. Belainya sebagai pertanda kasih sayang ibu kepada anaknya. Tulus dan tanpa pamrih.

Saura tidak melawan ketika penjaga lapas melepaskan pelukan dari ibunya. Kemudian dibawa kembali ke sel tahannya. Sementara itu Saury dan ibunya melihat dengan tetesan air mata yang tak henti mengalir di pipi. Mereka begitu sedih hari itu.

Saura, ibu menunggumu untuk keluar dari sini. Karena kamu masih menjadi anakku yang aku cintai.”

Begitulah kata-kata ibunya yang terakhir. Yang membuat Saura tersenyum beberapa saat. Dia merasa tenang dan bahagia karena ibunya masih memaafkan kesalahannya.


***
Pernah di posting di Kompasiana 14/02/2012 17:08
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Cinta Fiksi dengan judul : Inilah Perhelatan & Hasil Karya Peserta Event Kolaborasi Cerpen Valentine

Untuk bertemu dengan teman-teman pecinta fiksi Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan dan tidak Spam.... kalau tidak punya akun blogger silahkan pilih Name / URL isikan nama dan email juga bisa, atau kosongkan URL. Mohon maaf Live Link, langsung akan saya hapus.

.