Home » » Aku, Ibu dan Rokok di Jari Manisnya

Aku, Ibu dan Rokok di Jari Manisnya


Entah sejak kapan keadaan ini mulai membuatku bertanya Tanya. Kapan dan apa yang menyebabkan pertanyaan muncul di benakku. Aku tak tau, dan mungkin itu bukanlah sesuatu yang penting dan harus mendapat jawaban yang pasti. Karna itu adalah pertanyaan yang tidak di jawab pun, bisa jadi tidak akan ada yang menagih jawaban.

Dimataku, ibuku adalah sosok perempuan yang sangat baik. Penyabar dan selalu mengurusku tanpa lelah. Sesekali memang dia kerapkali memarahiku, membentak bahkan menjewerku. Dulu aku sangat kesal dengan perlakuan ibu seperti itu. Terkadang aku juga melawan semua ucapannya dengan pembenaran untuk diriku sendiri, sebagai sikap perlawananku terhadapnya. Walau tidak berani terlalu keras. Hanya menggerutu saja.

Saat ini, aku merasakan dengan sepenuh hati. Semua yang ibuku lakukan waktu itu bukanlah kekesalannya yang tidak beralasan. Dia membenbentakku bukan dengan tanpa alasan. Dia memarahiku karena memang aku melakukan ketidak benaran. Dan ketika dia membentakku adalah ketika aku melakukan kesalahan secara berulang-ulang. Dan bentakkan itu semakin keras dan tegas karna aku tidak juga berhenti mlakukan kesalahan tersebut. Hingga kupingku memerah karena terkena jewerannya, karna aku tidak juga menghentikan perbuatan yang salah itu. Kesalahanku memang seharusnya diberi peringatan keras supaya aku jera dan segera menghentikannya. Semua baru aku sadari itu sekarang. Setelah aku memahami bahwa jika saja ibu tidak melarang itu, pasti aku akan menjadi salah selamanya. Dan terbiasa dalam melakukan kesalahan tersebut.

Pertanyaan itu kini kembali hadir. Tentang aku, tentang ibuku dan tentang sebatang rokok yang diselipkan di jari manisnya. Ibuku memang perokok. Ibuku selalu merokok setiap hari. Apa yang dia nimati dari rokok itu? Sejak kapan dia merokok? Dan kapan dia akan berhenti merokok? Adalah pertanyaan yang kerap kali menjejali pikiranku.

Tubuh ibuku yang kurus. Pipinya yang cekung, serta matanya yang dihiasi keriput diantara Alis dan bulu matanya adalah pemandangan yang akrab dan selalu kurindukan. Itulah keadaannya, yang berbeda dengan beberapa tahun yang lalu ketika aku masih sekolah di SMP. Namun aku masih ingat gayanya sekarang berbicara yang sesekali tidak melepaskan rokok dibibirnya. Hingga suaranya tidak begitu jelas, tapi aku dapat memahaminya. Karena setiap hari aku bertemu dan berbicara dengannya.

Aku paham betul bahwa ibuku melarangku untuk merokok itu benar. Tidak ada yang salah. Karena memang itu tidak baik untuk kesehatan. Aku juga memahami dengan benar, ucapannya yang masih terngiang ditelingaku hingga saat ini. Detik inipun aku masih bisa melafalkan kata-katanya itu.

“Tong nurutan ema! Ulah coba-coba ngarokok! Sabab, lamun geus di mimitian hese Eureuna”

“Jangan ikuti ibu! Jangan coba-coba merokok! kalo sudah di mulai susah untuk berhentinya”

Itulah yang yang dikatakan ibuku. Dan aku memahami dengan benar. Setelah mencoba merokok, susah sekali untuk berhenti. Dan selanjutnya ibuku berkata bahwa tidak ada orang yang berhenti merokok kecuali “mati”. Sedemikian itu dikarenakan ayahku yang perokok berat, dia pernah berhenti merokok selama lebih dari satu tahun. Hingga dengan beragam alasan dia merokok lagi. Hingga sekarang. 

Begitupun dengan beberapa pengalaman teman saya. Bahkan aku sendri menemukan hal sedemikian. Ada yang merokok sejak kelas 1 SMP dan berhenti ketika mulai masuk sekolah di SMA. Temanku yang satu ini tidak merokok hingga lulus kuliah (S1). Namun ketika mulai bekerja, justru dia mulai merokok kembali. 

Setelah memulai merokok memang tidak bisa berhenti kecuali “mati”. Adapun yang sudah mulai tidak merokok yang sebelumnya merokok bukanlah berhenti, itu hanya beristirahat saja. Jika dia mati maka bisa disebut berhenti merokok. semula memang perkataan ibuku itu terasa asing. Namun setelah di pikir bolak balik dan mendapat contoh contoh kasusnya memang bisa dipahami juga. Dan itu hanya perbedaan istilah saja, dan memang cukup masuk akal.

Selanjutnya, menyoal sikap ibuku yang melarang anaknya merokok memang benar. Dia tidak ada kepentingan apapun selain ingin anak anaknya menjadi lebih baik. Salah satunya adalah dengan memberikan larangan anak-anakna untuk tidak menjadi perokok seperti dia (ibuku).

Baru kali ini memang aku merasakan kebenaran tentang hal itu. Dulu aku kerapkali berfikiran bahwa ibuku sangat egois. Dia melarangku untuk merokok sementara di jari manisnya itu selalu saja aku lihat sebatang rokok dengan aromanya yang khas. Aromanya masih bisa aku cium dengan hanya membayangkan saja.

Dulu aku terlalu sempit berfikir, dan menganggap itu omong kosong saja. Karna melarang melakukan sesuatu sementara dia sendiri melakukannya. Namun setelah semua yang aku alami ini. Tentang semua pelajaran kehidupan ,tentang semua realita yang aku temukan. Karena pemulung sekalipun, pasti tidak ingin anaknya bercita-cita untuk menjadi pemulung.

Ibuku memang tak semuda waktu itu. Ibuku juga tidak sesehat waktu dulu. Ibuku adalah perokok, namun dia sangat ingin sekali agar tidak ada siapapun yang mengikuti kebiasan buruk itu. Apalagi aku sebagai anaknya, dia sangat melarang keras itu. Dan aku yakin alasan dia adalah ingin memberikan aku sesuatu yang sangat baik dan terhidar dari semua keburukan.

Terima kasih bu!. Meskipun aku terlambat tapi aku sadar bahwa sikap ibu waktu itu memang semata mata karena kasih sayang yang sangat besar kepadaku. Dan aku juga faham sepenuhnya sekarang. Bahwa kebaikan itu terkadang bisa datang dari manas saja. Bahkan dari seseorang atau sesuatu yang sustru tidak baik. Bahkan betolak belakang pun jika mbisa memberikan sisi positipnya, maka jangan di sangkut pautkan dengan sisi ngatif yang ada padanya. Kita memang harus pandai memilih kebaikan itu bahkan dari sesuatu yang tidak baik sekalipun. Karena semua pasti ada hikmahnya.
***O***

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan dan tidak Spam.... kalau tidak punya akun blogger silahkan pilih Name / URL isikan nama dan email juga bisa, atau kosongkan URL. Mohon maaf Live Link, langsung akan saya hapus.

.