Home » » Doa yang Tak Sanggup Diucapkan

Doa yang Tak Sanggup Diucapkan


Tak ada lagi handpone di sakunya, tak dimiliki lagi semua barang elektronik miliknya, namun sesekali sms itu hadir, dengan jelas terbaca setiap katanya, dengan semua tanda bacanya.
Disaat merenung ia terkaget, terperanjat dengan ketakutan yang sangat, menghela nafas akan begitu kuatnya kata kata itu tertulis.
Handpon yang tak pernah ia nyalakan, nomor cantik yang tak lagi ditangannya, dan entah dimana nomornya terpasang, entah siapapula yang menghubunginya, dan siapapun yang dipanggilnya ia tak tahu.
Handpone yang tlah disita waktu itu, masih menyimpan pesan yang belum terhapus, menyimpan pesan yang belum sempat ia balas.
Waktu itu memang ia tak bermaksud membalas, tak pula ia peduli akannya, pesan yang slalu ia hapus, namun kembali datang, tak pernah berhenti selama beberapa hari.
Sms itu begitu kuat di benaknya, hingga tlah begitu lamapun masih saja ia bersarang dalam pikirannya, mengganggu otaknya.
Saat inilah ia bermaksud membalas, namun apa daya, tak lagi ia bisa melakukan, nomor yang tak sempat di simpan di memori otaknya,
12 angka digital yang tak pernah terekam itu adalah nomornya, sang pengirim sms dengan kata yang singkat, dan bermakna permintaan, kepedulian, dan harap akan pertanggung jawaban.
“aku hamil”
Kata itu adalah sms Tiara untuknya, dua kata yang membuat jiwanya terpasung saat ini, dengan pertanyaan yang membuatnya ragu untuk bunuh diri, “dimana Tiara sekarang?”
****
Sejak ia mengenal hubungan itu, hubungan sepasang Hawa dan Adam, hubungan badan yang tanpa batas diantara mereka, kehamilan itu tak pernah ada.
Entah siapa yang mandul, impotensi bukanlah penyebab tentunya, hubungan itu berlalu, namun janin tak pernah menampakkan diri.
Anaknya yang terlahir di kamar mandi, keguguran dalam plastik karet buatan, hingga bergumul dengan kasur bantal dan keluarganya, tak pernah ada yang menjadi anak haram.
Calon anak yang berenang dalam aliran sungainya, berebut sampai pada tujuannya terkandung, tak pernah ada yang menjadi kembar, cacat atau bernyawa sekalipun.
Mereka seakan enggan menampakkan wujudnya, seakan malu menjadi anak dari ayahnya itu, yang tak mencintai dengan hati, tak bercinta dengan ketulusan, tak mengeluarkannya dengan kasih sayang.
Bakal anak itu terkubur, sebelum ia dilahirnkan, seakan menutup dirinya ketika hendak dipanggil bernyawa, mengurung dirinya dalam ketiadaan.
Mereka dari ribuan itu bersembunyi, dalam cairan hangat yang sementara, mengering dalam iklim tropis tempat mereka berada.
****
Saat ia teringat akan Tiara, dia yakin sepenuh hatinya, Tiara tak berdusta, Tiara tak pernah menarik kembali kata katanya, tak pernah pula berbicara kosong, rayuan dan gombal sepertinya.
Dimana kini Tiara, bagaimana ia harus mencarinya, dan berapa tahun anaknya sekarang, apakah terlahir atau tidak?menjadi pertanyaan disela selanya menengadahkan tangan, tengadah tangan yang bukan doa.
Kedua tangannya terangkat, dengan sebuah plastik bekas makanan ringan, meminta recehan dari mereka yang mengiba padanya.
****
Doa itu seakan tak kuat lagi diucapkan, karna begitu penuh ia dengan kata permohonan, begitu dibelenggu dengan dosa yang hampir menguburnya, dan kesengsaraan yang membuatnya mati bernurani.
Doa itu hanya sampai di telinga pejalan kaki, yang mengisi plastik bekas di tangannya, “semoga bapak ibu saudara di beri rejeki yang melimpah”
Ketika mereka berlalu, doa yang lain telah dipersiapkan, doa untuk mereka yang memberinya recehan, doa yang lain yang masih sama, mirip seperti doa sebelumnya,
****

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan sopan dan tidak Spam.... kalau tidak punya akun blogger silahkan pilih Name / URL isikan nama dan email juga bisa, atau kosongkan URL. Mohon maaf Live Link, langsung akan saya hapus.

.